Wednesday, May 27, 2015

Baju Muslim di Eropa

Busana Muslim di Eropa, terutama berbagai hiasan kepala yang dikenakan oleh perempuan Muslim, telah menjadi simbol menonjol dari kehadiran Islam di Eropa Barat. Di beberapa negara kepatuhan terhadap jilbab (kata benda bahasa Arab yang berarti "untuk menutupi") telah menyebabkan kontroversi politik dan proposal untuk larangan hukum. Pemerintah Belanda telah memutuskan untuk memperkenalkan larangan pada pakaian yang menutupi wajah, populer digambarkan sebagai "burqa larangan", meskipun tidak hanya berlaku untuk Afghanistan model burqa. Negara-negara lain, seperti Prancis memperdebatkan undang-undang yang sama, atau memiliki larangan yang lebih terbatas. Beberapa dari mereka hanya berlaku untuk wajah-meliputi pakaian seperti burqa, chador, boushiya, atau niqab; beberapa berlaku untuk pakaian apapun dengan simbolisme agama Islam seperti khimar, jenis jilbab (beberapa negara telah memiliki undang-undang yang melarang memakai masker di depan umum, yang dapat diterapkan untuk kerudung yang menutupi wajah). Masalah ini memiliki nama yang berbeda di negara yang berbeda, dan "tabir" atau "jilbab" dapat digunakan sebagai istilah umum untuk perdebatan, yang mewakili lebih dari sekedar jilbab itu sendiri, atau konsep kesopanan yang terkandung dalam jilbab.

Meskipun Balkan dan Eropa Timur memiliki populasi Muslim pribumi, sebagian besar umat Islam di Eropa Barat adalah anggota komunitas imigran. Masalah pakaian Islam terkait dengan isu-isu imigrasi dan posisi Islam di masyarakat barat. Eropa Komisaris Franco Frattini mengatakan pada bulan November 2006, bahwa ia tidak mendukung larangan burqa. [7] Hal ini tampaknya pernyataan resmi pertama pada isu pelarangan pakaian Islami dari Komisi Eropa, eksekutif Uni Eropa. Alasan yang diberikan untuk larangan bervariasi. Larangan hukum pada pakaian yang menutupi wajah sering dibenarkan dengan alasan keamanan, sebagai tindakan anti-terorisme. [8] [9]

Ayaan Hirsi Ali melihat Islam sebagai bertentangan dengan nilai-nilai Barat, setidaknya dalam bentuk yang sekarang. Dia menganjurkan nilai-nilai 'Pencerahan liberalisme', termasuk sekularisme dan kesetaraan perempuan. Baginya, burqa atau cadar keduanya simbol obskurantisme agama dan penindasan perempuan. Nilai-nilai Pencerahan Barat, dalam pandangannya, memerlukan larangan, terlepas dari apakah seorang wanita telah dipilih secara bebas busana Muslim. Pakaian Islam juga dipandang sebagai simbol keberadaan masyarakat paralel, dan kegagalan integrasi:. Pada tahun 2006 Perdana Menteri Inggris Tony Blair menggambarkannya sebagai "tanda pemisahan" [10] simbol Terlihat dari konflik budaya non-Kristen dengan identitas nasional di negara-negara Eropa, yang mengasumsikan bersama (non-agama) budaya. Proposal untuk larangan mungkin terkait dengan larangan budaya terkait lainnya: politisi Belanda Geert Wilders mengusulkan larangan jilbab, di sekolah-sekolah Islam, di masjid-masjid baru, dan imigrasi non-Barat.

Di Perancis dan Turki, penekanannya adalah pada sifat sekuler negara, dan sifat simbolis dari busana Muslim, dan larangan berlaku di lembaga-lembaga negara (pengadilan, layanan sipil) dan pendidikan yang didanai negara. Larangan ini juga mencakup jilbab, yang di beberapa negara lain dipandang kurang kontroversial, meskipun staf pengadilan di Belanda juga dilarang memakai jilbab atas dasar 'negara netralitas'. Argumen tampaknya kurang dipolitisir adalah bahwa dalam profesi tertentu (mengajar), larangan "kerudung" (niqab) dibenarkan, karena tatap muka komunikasi dan kontak mata diperlukan. Argumen ini telah menonjol dalam penilaian di Inggris dan Belanda, setelah siswa atau guru dilarang mengenakan pakaian yang menutupi wajah. Respon masyarakat dan politik untuk proposal larangan tersebut adalah kompleks, karena menurut definisi mereka berarti bahwa pemerintah memutuskan pada pakaian individu. Beberapa non-Muslim, yang tidak akan terpengaruh oleh larangan, melihatnya sebagai isu kebebasan sipil, sebagai lereng licin yang mengarah ke pembatasan lebih lanjut tentang kehidupan pribadi. Sebuah jajak pendapat opini publik di London menunjukkan bahwa 75 persen dari London mendukung "hak semua orang untuk berpakaian sesuai dengan keyakinan agama mereka". [11] Dalam jajak pendapat lain di Inggris oleh Ipsos MORI, 61 persen setuju bahwa "perempuan Muslim yang memisahkan diri "dengan mengenakan jilbab, namun 77 persen berpikir mereka harus memiliki hak untuk memakainya.

Dipersembahkan oleh Baju Muslim KeKe http://www.bajumuslimkeke.com

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.